Senin, 12 Februari 2018

JANGAN MEMINTA PADA SESAMA

Sejak kecil saya sering melihat bude Darmi (?) datang ke rumah. Beliau tetangga depan rumah di jln. Pahlawan 25, rumah kontrakan orang tua sy dulu di Probolinggo (1963-1966). Jika ada bude Darmi, biasanya cuma berarti dua hal. Ibu tidak punya uang sehingga menggadaikan kain atau perhiasan, atau sdh punya uang untuk menebusnya. Bude Darmi adalah calo gadai yg membantu orang orang yg terlalu sibuk atau malu untuk datang ke pegadaian.

Jika membutuhkan uang, ibu saya tidak pernah meminjam uang ke saudara atau tetangga, tetapi ke pegadaian atau ke koperasi wanita. Menurut penjelasan ibu, jika kita meminjam ke badan resmi, maka otak kita akan bekerja keras mencarikan solusi untuk membayarnya, karena ada sangsi atau ancaman dibalik itu. Sebaliknya jika kita meminjam ke perorangan maka otak kita akan berhenti memikirkan jalan keluar krn tidak ada sangsi apa apa. 

Biasanya di saat kita akan meminjam, otak reptil kita atau otak primitif kita yg merangsang reaksi fight or flight  pada kondisi terdesak akan memunculkan  rencana rencana jitu untuk membayarnya. Semua jadi nampak mudah untuk membayar hutang itu, sehingga teman atau saudaranya tadi akan rela menghutangi mendengar janji janji kita. Tetapi jika hutang itu sudah diperoleh, akan berbeda lagi pikiran kita. Otak reptil kita tidak lagi berfungsi, dan yg mengambil alih adalah otak modern yg penuh dengan perhitungan untung rugi. Bahkan seandainya ada uangnya pun, Anda tidak akan membayar hutang itu kecuali ada paksaan dari luar. Itu adalah sifat manusia yg paling manusiawi, yaitu mencari jalan yg termudah. 

Di N21, tugas utama kita adalah menyukseskan orang yg kita mentori. Meminjamkan uang ke mereka merupakan pantangan, meskipun mereka mengatakan 1000 alasan mendesak utk meminjam. Karena hampir semua yg terlibat hubungan terlarang hutang piutang itu akan muntaber (mundur tanpa berita) dari grup. Entah yg menghutangi atau yg dihutangi. Sehingga masa depannya menjadi tidak menentu lagi hanya karena kebutuhan sesaat.

Awalnya saya tidak mematuhi nasehat mentor saya itu meskipun sebenar nya sdh banyak pengalaman, yaitu famili yg berhutang tidak pernah ada yg mengembalikan. Mungkin mereka merasa saya tidak butuh pengembalian uang itu. Sayapun mengikhlaskan dan faktanya kehidupan famili famili tadi semakin susah sedang saya semakin enak. 

Ternyata mentor saya sangat benar. Mereka yg pernah saya pinjami, entah uang, produk atau alat penunjang bisnis, tidak ada satupun yg muncul kembali di grup, benar benar sakit muntaber. Sampai sekarang tidak berani ketemu saya hanya karena uang bbrp ratus ribu saja.

Dari berbagai pengalaman itu, saya tidak lagi mau terlibat hutang piutang dg anggota grup. Bagaimanapun kerasnya mereka merayu saya.


Beberapa tahun lalu, saya mendapat bisikan dari seorang kenalan yg jauh lebih pakar tentang seluk beluk pikiran. Beliau mengatakan begini :"Pak Sigit, jika ada kepanitiaan pembangunan apa, jangan pernah mau ditunjuk sebagai pengumpul sumbangan. Karena meskipun itu bukan untuk kepentingan kita, saat kita MEMINTA SUMBANGAN, kita sedang menyiarkan pola pikir miskin dan butuh bantuan. Alam akan menanggapinya  dengan mendatangkan kemiskinan dan kekurangan kepada kita."

Itu kalau proses meminta untuk kepentingan pihak lain. Apalagi kalau meminta untuk kepentingan diri sendiri, vibrasi yang tersebar akan jauh lebih buruk.  Mungkin dalam proses meminta itu kita bisa mendapatkan sejumlah uang sesuai yg kita butuhkan. Tetapi dibalik itu, sebenarnya kita sedang kehilangan uang yang jauh lebih besar dari yg kita dapatkan itu. Yaitu rezeki yang tersumbat atau dialihkan. Sayangnya kita tidak tahu bahwa kita sedang rugi besar. 

Surabaya, 12 Pebruari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.